KUA Benua Kayong
KUA Benua Kayong

Pesantren, Pilar Pendidikan dan Pencetak Generasi Berdaya Saing



Oleh: M. Syafi’ie Huddin

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam khas Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang jauh sebelum sistem pendidikan modern dikenal di negeri ini. Ciri khasnya, para santri tinggal di asrama (mondok) dan menimba ilmu di bawah bimbingan seorang Kyai atau ulama yang tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan teladan kehidupan.

Tujuan utama pesantren jelas dan luhur, yakni tafaqquh fiddin - mendalami ilmu agama, menanamkan akhlak, serta mendidik santri agar mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, pesantren hadir untuk mencetak insan yang bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan bangsa.

Namun, di tengah kemajuan zaman, pesantren kerap menjadi sorotan. Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan oleh tayangan program “Xpose Uncensored” yang menampilkan sosok KH. Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, dengan narasi yang menyesatkan dan terkesan merendahkan dunia pesantren. Tayangan semacam ini tentu sangat disayangkan, karena berpotensi membentuk opini negatif terhadap lembaga pendidikan Islam yang telah berperan besar dalam perjalanan bangsa.

Stigma negatif juga muncul saat terjadi musibah ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagian publik langsung menuding lemahnya manajemen pondok, tanpa melihat kompleksitas persoalan di lapangan. Padahal, pesantren bukan lembaga yang identik dengan kelemahan, melainkan tempat yang telah melahirkan banyak ulama, tokoh masyarakat, dan pemimpin bangsa.

Bahwa pondok pesantren perlu terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta sarana dan prasarana, tentu menjadi kesepahaman kita bersama. Pesantren tidak bisa serta-merta menerima kondisi apa adanya tanpa ada ikhtiar untuk terus maju dan meningkatkan kapasitasnya. 

Upaya pembenahan itu harus dilakukan secara menyeluruh - tidak hanya dari sisi peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan pengelola, tetapi juga melalui perhatian serius terhadap kondisi bangunan dan lingkungan pondok. Dengan demikian, pesantren dapat tampil lebih layak, bersih, dan representatif, sehingga terhindar dari kesan kumuh maupun pandangan negatif yang kerap disematkan oleh pihak luar.

Jika kita menengok ke daerah, seperti di Kabupaten Ketapang misalnya, perkembangan pesantren justru menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Dari tahun ke tahun, pertumbuhan pesantren terus meningkat, baik dari sisi jumlah maupun kualitas. Saat ini tercatat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ketapang tidak kurang dari 33 pondok pesantren yang aktif di wilayah ini. Kondisi tersebut tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Ketapang yang mayoritas beragama Islam.

Pada masa awal berdirinya, pesantren di Ketapang mungkin masih identik dengan kelompok atau etnis tertentu. Namun kini, santri yang mondok datang dari berbagai latar belakang etnis, sosial dan budaya. Ini menandakan bahwa pesantren semakin terbuka dan diterima oleh semua kalangan.

Dulu, pesantren kerap dipandang sebelah mata - dianggap sebagai tempat bagi anak-anak yang “sulit diatur” atau tertinggal secara akademik. Namun seiring waktu, paradigma itu mulai berubah. Kini, justru banyak orang tua menjadikan pesantren sebagai pilihan utama untuk pendidikan anak-anak mereka. Karena di pesantren, anak tidak hanya dididik menjadi cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak, disiplin, dan mandiri.

Pesantren saat ini telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang integratif, memadukan antara kurikulum agama dan pendidikan formal. Para santri tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, tetapi juga dibekali dengan keterampilan dan wawasan umum yang relevan dengan kebutuhan zaman. Banyak alumni pesantren kini berkiprah di berbagai bidang - mulai dari akademisi, birokrat, pengusaha, hingga pemimpin masyarakat.

Karena itu, anggapan bahwa pesantren hanya menjadi tempat perbaikan bagi anak-anak nakal adalah pandangan yang keliru. Pesantren bukan bengkel, melainkan taman pembinaan moral dan pusat penggemblengan karakter. Di sanalah tumbuh generasi yang kuat iman, cerdas nalar, dan kokoh akhlaknya.

Pesantren telah membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan yang adaptif dan progresif. Di tengah arus globalisasi dan tantangan moral yang kian kompleks, pesantren tetap konsisten menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.

Oleh sebab itu, sudah sepatutnya masyarakat dan pemerintah terus memberikan dukungan kepada pesantren. Sebab dari pesantrenlah akan lahir generasi yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berkarakter dan berdaya saing tinggi. Pesantren bukan warisan masa lalu, tetapi fondasi masa depan bangsa yang beradab dan bermartabat. 

Selamat Hari Santri 22 Oktober 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”. Wallahu ‘Alam.


Dimuat di Pontianak Post, Kamis 27 November 2025


Lebih baru Lebih lama